Liputanphatas.com || JAKARTA, - Pemerintah berencana menarik pajak sebesar 35 persen dari orang kaya dan super kaya atau crazy rich di tanah air. Kebijakan ini turut diperhatikan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Menurutnya, kebijakan ini harus dikawal aparat penegak hukum untuk menekan petugas nakal yang berpotensi mengemplang pajak.
Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, jika orang kaya dan super kaya
membayar pajak sesuai dengan ketentuan 35
persen, APBN akan sedikit tertolong.
"Hal ini berbeda dengan pengenaan pajak terhadap
kelompok masyarakat yang berpenghasilan
lima puluh juta pertahun, akan sangat mudah ditarik pajaknya," katanya.
Sejak 2021, atau sejak masa pandemi, jumlah orang kaya Indonesia melonjak dari 82.012 menjadi 134.015 orang. Menurut laporan Knight Frank, kekayaan yang mencapai US$30 juta
atau sekitar Rp469,14 miliar ke atas mencapai 1.403 orang pada 2021.
Hal ini bertolak belakang dengan kondisi orang miskin yang masih banyak berpenghasilan dibawah satu juta perbulannya.
"Orang super kaya di Indonesia Terus
Bertambah Setiap Tahun. Posisi mereka tidak
terpengaruh dengan adanya ancaman krisis. Bahkan prediksi orang super kaya akan terus
bertambah hingga mencapai 1.810 orang pada
2026," terangnya.
Sampai saat ini, data penerimaan jenis pajak orang kaya hanya
berkisar 1,0 persen. Sedangkan jika dilihat dari
subjek pajak, mestinya mencapai 15,68 persen.
"Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan mampukah pemerintah merealisasikan
pengenaan tarif pajak penghasilan atau PPh
untuk orang super kaya di Indonesia sebesar 35
persen?" tanya LaNyalla.
Sebab, rencana penarikan pajak orang super kaya
hingga 35 persen menjadi ambiguitas jika masih
ada para mafia pajak dan kongkalingkong
petugas perpajakan dengan para pengemplang
pajak.
"Oleh sebab itu,saya mendorong upaya penegakan hukum
yang keras terhadap para pengemplang pajak
atau pihak-pihak yang tidak mau membayar pajak," katanya.
Editor : Dwi. H