Liputanphatas com || Tegal, - Ribuan Nelayan Pantura Tegal menggelar unjuk rasa besar-besaran menolak pemberlakukan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pasca Produksi 10 % di kantor DPRD Kota Tegal,
Massa mengawali demonstrasi dengan aksi long march sejauh 2 KM dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tegalsari, Jongor menuju kantor Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)-PSDKP Tegalsari dan berakhir di gedung DPRD Kota Tegal. Hari Kamis (12/1/2023).
Massa tersebut terdiri dari pelaku usaha perikanan dan nelayan serta Asosiasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal, Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT), Koperasi Perikanan KUD Karyamina, Barisan Muda Nelayan, Buruh Angkut Ikan, Industri dan Pengolahan Ikan yang tergabung dalam Gerakan Front Nelayan Bersatu (FNB).
Pungutan PNBP yang diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dinilai pelaku usaha perikanan dan nelayan terlalu tinggi serta sangat memberatkan.
Dalam 'SURAT TERBUKA' tuntutan aksi unjuk rasa pelaku usaha perikanan dan nelayan Kota Tegal,
Mereka menyampaikan keresahan usaha perikanan dan nelayan dengan pemberlakuan kebijakan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI di tengah situasi dan kondisi saat ini.
Ada 5 alasan yang melatarbelakangi aksi penolakan terhadap 'policy' tersebut, yakni :
adanya kenaikan harga BBM bersubsidi dan non subsidi untuk industri sektor kelautan dan perikanan yang berubah-ubah dan cenderung naik, yang diikuti naiknya harga kebutuhan pokok dengan secara otomatis akan menyebabkan pembengkakan biaya operasional penangkapan.
Usaha sektor kelautan perikanan berbasis resiko dan sangat bergantung pada musim, cuaca dan ketahanan peralatan;
Harga ikan yang fluktuatif dan cenderung murah yang berdampak pada penurunan pendapatan bagi hasil antara pemilik kapal dan awak kapal perikanan;
Diketahui terjadi penurunan jumlah armada kapal perikanan yang tidak mampu beroperasi dan oleh pemilik kapal akan menjual armada kapal perikanannya namun tidak ada peminat atau pembelinya;
Berlakunya penarikan retribusi daerah melalui lelang TPI dan tambat labuh pelabuhan.
Dari aksi unjuk rasa itu massa menuntut 5 hal untuk menjadi perhatian serta dukungan dari Pemerintah Kota Tegal dan DPRD Kota Tegal.
Menolak pemberlakuan PNBP pasca produksi dengan indeks tarif 10%, meminta untuk pemberlakuan PNBP pasca produksi dengan indeks tarif maksimal tidak lebih dari 5%;
Menolak sangsi denda administrasi 1.000%;
Menolak Pemberlakuan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT);
Penambahan dua WPP (711 dan 712) untuk kapal alat tangkap Jaring Tarik Berkantong ukuran diatas 100 GT;
Penambahan WPP 713 untuk alat tangkap Jaring Tarik Berkantong;
Ketua HNSI Jawa Tengah, Riswanto menyampaikan bahwa aksi penolakan PNBP Pasca Produksi dilakukan secara masif dan bergantian oleh seluruh pelaku usaha perikanan dan nelayan di Pantura Jawa Barat maupun Jawa Tengah. Setidaknya, sudah dan akan ada aksi dari nelayan Indramayu, Brebes, Tegal, Pati, dan Rembang.
Menurutnya, semua aksi ini dilatarbelakangi oleh alasan yang sama dan kesemuanya untuk menyampaikan keresahan-keresahan nelayan atas kebijakan pemerintah pusat yang dianggap kurang tepat dan memberatkan nelayan dan pelaku usaha.
"Semula 10 persen dibebankan selama setahun, kami masih bisa bertahan.
Mulai Januari 2023, 10 persen dibebankan tiap trip," urai Riswanto
" Riswanto mengatakan bahwa hasil tangkapan belum dilelang saja nelayan sudah dibebankan oleh PNBP yang merupakan bruto atau lelang kotor.
Setelah itu nelayan masih akan dibebankan pajak.
Seperti retribusi tambat labuh dari pemerintah provinsi dan retribusi lelang ikan dari pemerintah kota.
"Itu alasan kami turun ke jalan. Karena musyawarah apapun, diskusi apapun, kita bolak balik ke Jakarta, nol tidak ada hasil apapun," Ungkapnya.(Pyo)
Editor : Dwi. H