Liputanphatas.com || Surabaya - Endang Purwo Palupi, seorang istri dari mendiang Aipda Hery Rachman, anggota PJR Polda Jatim yang tewas di TKP setelah motor yang dikendarainya menabrak ekor mobil Traktor Head milik PT Merak Jaya Beton pada empat tahun silam, tepatnya 29 November 2019.
Peristiwa kecelakaan lalu lintas itu membuatnya sangat terpukul, apalagi kini dia harus membesarkan buah hatinya seorang diri. Dan peristiwa yang merenggut separuh jiwanya itu terkadang masih terngiang di ingatan.
Kepada tim media ini, Selasa 25 April 2023, dirinya mengaku, bahwa dari sisi ekonomi, himpitan beban hidup makin berat dirasakannya, dan dia juga mengaku keadaan ekonominya kini makin carut marut, tak karuan.
Saat tim reporter media ini bertandang ke rumah Istri mendiang anggota PJR Polda Jatim itu, selain bertujuan silaturahmi karna masih di momen hari raya Idhul fithri 1444 Hijriah, juga dalam rangka mewawancarai lebih dalam tentang peristiwa yang membuatnya seolah - olah kehilangan semangat hidup meski peristiwa yang memilukan itu terjadi empat tahun silam.
" Perihal kronologi peristiwa kecelakaan maut itu, mungkin bisa dilihat dan dibaca di berbagai berita online, saya yakin masih ada, karna kalau saya yang bercerita, rasayanya sesak di dada, seperti membuka luka lama.., jadi saya mohon tanpa mengurangi rasa hormat saya sama _panjenengan_ ( Anda ) semua, silahkan browsing sendiri di Google..!, di sini saya hanya menyinggung soal gugatan saya kepada PT Merak Jaya Beton di Pengadilan Negeri Surabaya dengan ( nomor perkara ) No 312/Pdt.G/2021/PN.SBY hingga kasus saya sampai saat ini masih bergulir di Mahkamah Agung," katanya, Selasa 25 April 2023, menjelaskan kepada para awak media.
Dijelaskan, waktu itu, di sidang pertama, dia menggunakan pengacara ( swasta ), karena pertimbangan biaya, kemudian dicabutnya, dan dialihkan ke pengacara Polda Jatim, Bidang Hukum ( Bidkum ). Peralihan Kuasa Hukum ( tertanggal 3 Agustus 2021 ) ini tercantum dengan jelas dalam putusan PN Surabaya.
" Yang perlu digarisbawahi !, Saya menggunakan pengacara lama itu hanya pada sidang pertama saja, saya ulangi !, hanya pada sidang pertama saja !, selanjutnya saya memakai pengacara Bidkum Polda Jatim, dan itu ada surat tugas dari Bapak Kapolda plus surat kuasa dari saya, " tegasnya.
" Pengadilan Negeri Surabaya, pada 6 Januari 2022 lalu memutus menghukum PT Merak Jaya Beton untuk memberikan santunan ke saya sebesar Rp 250 juta," lanjutnya.
Tiba - tiba, karna tidak puas dengan putusan PN Surabaya, PT Merak Jaya Beton melakukan upaya hukum, yaitu " banding " di Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Alkhasil, putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya.
Lebih jauh, tak berhenti sampai di situ, rupanya pihak PT Merak Jaya Beton masih belum puas juga, mereka melakukan upaya hukum lagi, yaitu " Kasasi " di Mahkamah Agung ( MA ).
" Dari perjalanan kasus ini, mulai dari PN Surabaya, lalu Pengadilan Tinggi Jawa Timur, hingga bergulir sampai di Mahkamah Agung, saya merasakan adanya beberapa kejanggalan. Di antaranya, saya dan pengacara saya tidak pernah menerima pemberitahuan ( relaas ). Dan ternyata relaas dikirim ke alamat pengacara lama yang sudah saya cabut kuasanya tadi," ungkapnya.
" Waktu itu pengacara saya, dari Bidkum Polda Jatim, bilang ke saya bahwa dia gak diterima di PN Surabaya, alasannya tidak diakui di sana, padahal Pengacara saya pegang ( punya ) Surat Tugas dan Surat Kuasa dari saya. Alasannya, kata Pengacara dari Bidkum Polda Jatim itu ke saya adalah dirinya tidak diakui di sana karna tidak ada di system, tidak tercatat di system !," ucapnya.
" Saya mohon dengan penuh hormat dan berharap kepada Ketua Pengawas Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur untuk mengawasi masalah ini,” harapnya.
Dia mengaku, pihaknya berharap agar Mahkamah Agung memutus perkaranya seadil - adilnya sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur, sehingga bisa sedikit meringankan beban ekonomi keluarganya. (/A.F)